2 Tahun Terakhir Industri Tekstil Terpaksa Lakukan PHK Massal, 60 Perusahaan Ini Tutup dan PHK Karyawan

2 Tahun Terakhir Industri Tekstil Terpaksa Lakukan PHK Massal, 60 Perusahaan Ini Tutup dan PHK Karyawan
2 Tahun Terakhir Industri Tekstil Terpaksa Lakukan PHK Massal, 60 Perusahaan Ini Tutup dan PHK Karyawan

Jakarta, Businessreview.id – Selama dua tahun terakhir, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mengalami kesulitan yang sangat signifikan, dengan sekitar 60 perusahaan di industri tersebut terpaksa menutup operasionalnya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Fenomena ini mengakibatkan sekitar 250 ribu karyawan terkena dampak, menurut informasi yang disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta.

“Ada sekitar 250 ribu karyawan yang terkena PHK. Angka ini merupakan akumulasi dari proses PHK yang dilakukan bertahap oleh banyak perusahaan tekstil,” ujar Redma kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis (26/12/2024).

Menurut Redma, meski sejumlah perusahaan tekstil telah memberikan pesangon kepada karyawannya, masih banyak yang belum memenuhi kewajiban pembayaran hak-hak pekerja. Beberapa perusahaan tengah dalam proses negosiasi untuk menyelesaikan kewajiban tersebut.

Penyebab utama terjadinya kebangkrutan dan PHK massal ini adalah meningkatnya impor pakaian jadi yang membanjiri pasar domestik. Kebijakan relaksasi impor yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 memperburuk kondisi industri tekstil lokal.

“Hal ini memperburuk industri tekstil kita yang sudah terpuruk akibat deindustrialisasi dalam sepuluh tahun terakhir,” tambah Redma.

Selain dampak langsung terhadap sektor tekstil, Redma juga menyoroti pengaruh negatif yang terjadi pada sektor terkait, seperti industri petrokimia, yang memproduksi bahan baku tekstil, seperti Purified Terephthalic Acid (PTA). Jika produksi PTA terganggu, akan memengaruhi permintaan listrik untuk sektor tekstil, yang juga turut menurunkan utilisasi sektor lain seperti logistik.

Industri tekstil di Indonesia memegang peran penting dalam perekonomian, berkontribusi sebesar 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Namun, saat ini industri ini tengah menghadapi tantangan berat yang menyebabkan banyak perusahaan terpaksa menutup pabrik dan merumahkan karyawan.

Menurut para pengamat, sektor tekstil masih membutuhkan perhatian serius, termasuk pengaturan yang lebih ketat terkait impor produk jadi dan kebijakan industri yang lebih mendukung daya saing lokal. Pemerintah dan pelaku industri diharapkan dapat segera menemukan solusi untuk menjaga keberlanjutan industri tekstil yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia.

Baca Juga: BUMP Pacu Swasembada Pangan Lewat Kolaborasi dan Inovasi

Berikut adalah daftar lengkap 60 perusahaan tekstil yang mengalami kebangkrutan, PHK massal, dan penutupan pabrik dalam dua tahun terakhir (2022-2024):

  1. PT Adetex (500 tenaga kerja dirumahkan)
  2. Agungtex Group (2.000 tenaga kerja dirumahkan)
  3. PT Alenatex (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
  4. PT Apac Inti Corpora (pengurangan tenaga kerja)
  5. PT Argo Pantes Bekasi (tutup – berhenti produksi)
  6. PT Asia Citra Pratama (tutup – berhenti produksi)
  7. PT Asia Pacific Fiber Kaliwungu (pengurangan tenaga kerja)
  8. PT Asia Pacific Fiber Karawang (PHK 2.500 tenaga kerja)
  9. PT Bitratex (pengurangan tenaga kerja)
  10. PT Centex – Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
  11. PT Chingluh (PHK 2.000 tenaga kerja)
  12. PT Damatex (tutup – berhenti produksi)
  13. PT Delta Merlin Tekstil I – Duniatex Group (PHK 660 tenaga kerja)
  14. PT Delta Merlin Tekstil II – Duniatex Group (PHK 924 tenaga kerja)
  15. PT Djoni Texindo (tutup – berhenti produksi)
  16. PT Dupantex (tutup – berhenti produksi)
  17. PT Efendi Textindo (tutup – berhenti produksi)
  18. PT Fotexco Busana Internasional (tutup – berhenti produksi)
  19. PT Grand Best (PHK 300 tenaga kerja)
  20. PT Grand Pintalan (tutup – berhenti produksi)
  21. PT Grandtex (tutup – berhenti produksi)
  22. PT Gunatex (tutup – berhenti produksi)
  23. PT HS Aparel (tutup)
  24. PT Indachi Prima (pengurangan tenaga kerja)
  25. PT Jelita (tutup – berhenti produksi)
  26. PT Kabana (PHK 1.200 tenaga kerja)
  27. PT Kaha Apollo Utama (tutup – berhenti produksi)
  28. PT Kahatex (pengurangan tenaga kerja)
  29. PT Kintong (tutup – berhenti produksi)
  30. Kusuma Group: PT Pamor, PT Kusuma Putra, PT Kusuma Hadi (tutup – PHK 1.500 tenaga kerja)
  31. PT Lawe Adyaprima Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
  32. PT Lojitex (tutup – berhenti produksi)
  33. PT Lucky Tekstil (PHK 100 tenaga kerja)
  34. PT Mafahtex Tirto (tutup – berhenti produksi)
  35. PT Miki Moto (tutup – berhenti produksi)
  36. PT Mulia Cemerlang Abadi (tutup – berhenti produksi)
  37. PT Mulia Spindo Mills (tutup – berhenti produksi)
  38. PT Nikomas (bertahap ribuan pekerja)
  39. PT Ocean Asia Industry (tutup – PHK 314 tenaga kerja)
  40. PT Panca Sindo (tutup – berhenti produksi)
  41. PT Pismatex (pailit – PHK 1.700 tenaga kerja)
  42. PT Polyfin Canggih (pengurangan tenaga kerja)
  43. PT Pulaumas Tekstil (PHK 460 tenaga kerja)
  44. PT Rayon Utama Makmur (tutup)
  45. PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. (tutup – berhenti produksi)
  46. PT Sai Aparel (relokasi sebagian)
  47. PT Saritex (tutup – berhenti produksi)
  48. PT Sembung Tex (tutup – berhenti produksi)
  49. PT Sinar Panca Jaya (pengurangan tenaga kerja)
  50. PT South Pacific Viscose (pengurangan tenaga kerja)
  51. Sritex Group (2.500 tenaga kerja dirumahkan)
  52. PT Starpia (tutup)
  53. PT Sulindafin (tutup – berhenti produksi)
  54. PT Sulindamills (tutup – berhenti produksi)
  55. PT Tifico Fiber Industries (pengurangan tenaga kerja)
  56. PT Tuntex (tutup – PHK 1.163 tenaga kerja)
  57. PT Wiska Sumedang (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
  58. PT Primissima (tutup – berhenti produksi)
  59. PT Sritex (pailit)
  60. PT Asia Pacific Fibers Karawang (berhenti beroperasi)

Perusahaan-perusahaan di atas menghadapi berbagai masalah yang menyebabkan mereka terpaksa menutup pabrik, mengurangi jumlah pekerja, dan bahkan melakukan PHK massal. Faktor utama yang menyebabkan kondisi ini adalah peningkatan impor pakaian jadi dan ketatnya persaingan di pasar lokal. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here