Jakarta, businessreview.id – Pendiri jenama fesyen sekaligus perusahaan sosial SukkhaCitta, Denica Riadini-Flesch, menjelaskan alasan utama di balik mahalnya harga pakaian berbahan dasar ramah lingkungan. Proses produksi yang panjang dan penggunaan bahan alami menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi harga.
“Kenapa mahal? Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah kenapa (ada pakaian) semurah itu?” ujar Denica dalam pertemuan media di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/11).
Denica mengajak konsumen untuk mempertimbangkan cost to wear atau biaya per pemakaian dibandingkan hanya fokus pada label harga. Ia memberikan contoh sederhana, pakaian seharga Rp200 ribu yang hanya bertahan hingga 8 kali pemakaian sebenarnya memiliki biaya sekitar Rp25 ribu per pemakaian. Sebaliknya, pakaian ramah lingkungan seharga Rp1 juta yang dapat bertahan bertahun-tahun memiliki biaya per pemakaian yang jauh lebih rendah.
“Jadi, jangan hanya melihat price tag. Penting untuk memahami apa yang ada di baliknya,” tambahnya.
Dari Pertanian ke Pakaian Jadi
SukkhaCitta mengusung konsep farm to closet atau dari pertanian ke pakaian jadi. Melalui pendekatan ini, jenama tersebut memanfaatkan kapas yang ditanam oleh petani lokal di berbagai wilayah Indonesia. Untuk menjaga keberlanjutan, mereka menerapkan teknik pertanian regeneratif yang fokus pada efisiensi lahan, regenerasi tanah, dan konservasi keanekaragaman hayati.
Selain itu, pewarna alami yang digunakan dalam proses produksi juga ditanam bersamaan dengan kapas, memastikan produk tetap ramah lingkungan. “Bagaimana caranya kita bisa menerapkan konsumsi yang regeneratif, tidak eksploitatif,” ujar Denica.
Proses produksi ini juga melibatkan perajin kain tradisional, terutama perempuan, sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat lokal. Hal ini menambah nilai sosial pada setiap produk yang dihasilkan.
Meningkatnya Kesadaran Konsumen
Denica optimis bahwa pasar pakaian ramah lingkungan di Indonesia semakin berkembang. Ia menyebut bahwa edukasi yang meningkat mengenai dampak perubahan iklim telah mendorong konsumen untuk lebih memilih produk berkelanjutan.
“Semakin banyak edukasi, masyarakat akan semakin mencari produk yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Dengan pendekatan yang mengedepankan keberlanjutan dan pemberdayaan, SukkhaCitta berharap semakin banyak orang yang memilih pakaian ramah lingkungan, tidak hanya sebagai tren, tetapi juga sebagai langkah nyata dalam mengurangi dampak perubahan iklim. (*)